masukkan script iklan disini
NTT - Di sebuah sudut negeri yang jarang tersentuh, di mana batas negara hanyalah garis imajiner dan gulungan kawat duri, sesuatu yang jarang terjadi berlangsung. Bukan kunjungan seremonial, bukan pula janji yang ditunda—melainkan kehadiran nyata yang bisa dirasakan dan dipegang.
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua menghadirkan Pas Lintas Batas (PLB) Simpatik, sebuah program jemput bola yang menghapus jarak antara pelayanan negara dan warganya. Kali ini, dua titik terluar menjadi saksi: Desa Maumutin di Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, dan Pos Lintas Batas Tradisional Haumeni Ana di Kabupaten Timor Tengah Utara.
“Pelayanan ini adalah wujud komitmen kami untuk memberikan akses keimigrasian yang mudah, cepat, dan menjangkau langsung masyarakat perbatasan,” ujar Putu Agus Eka Putra, Kepala Kantor Imigrasi Atambua. Ia menegaskan, pelayanan ini juga menjadi sarana edukasi agar warga memahami pentingnya dokumen resmi dan manfaat PLB yang sah dalam aktivitas lintas batas.
Hasilnya berbicara sendiri: 53 dokumen PLB diproses di Maumutin dan 46 di Haumeni Ana dari kuota 100 yang disiapkan. Namun angka hanyalah sebagian cerita—yang lebih penting adalah senyum lega warga saat tak lagi harus menempuh perjalanan jauh demi selembar dokumen. Di sela antrean, mereka juga mendapat penyuluhan tentang risiko pelintasan ilegal dan prosedur keluar-masuk wilayah yang aman sesuai hukum.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi NTT, Arivin Gumilang, menyebut program ini sebagai wujud pelayanan publik yang inklusif dan adaptif di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). “Arahan Bapak Menteri sangat jelas: layanan imigrasi harus hadir dengan pendekatan humanis, empatik, dan tidak meninggalkan mereka yang berada di garis batas. Ini bukan soal jumlah, ini tentang kehadiran negara,” tegasnya.
Menyambut Kemerdekaan Negara Indonesia ke-80 tahun, dari batas timur Indonesia, Imigrasi Atambua meneguhkan langkahnya sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan sekaligus pelayan masyarakat. Di bawah kibaran Merah Putih yang tegak berdiri di tanah perbatasan, setiap dokumen yang diberikan bukan sekadar berkas administratif, melainkan simbol kehadiran dan kepedulian negara kepada rakyatnya.
Di Maumutin dan Haumeni Ana, semangat kemerdekaan itu menjelma dalam wujud nyata: negara yang datang menyapa, mendengar, dan melayani tanpa sekat jarak maupun waktu.
Sepanjang bulan agustus pendekatan pelayanan kepada masyarakat secara on the spoot di sekitar perbatasan akan semakin intensif untuk dilaksanakan oleh Kantor imigrasi Atambua.
Baik pelayanan pemberian paspor juga informasi tentang keimigrasian bagi masyarakat di perbatasan, Dari Maumutin hingga Haumeni Ana, Imigrasi Atambua membuktikan bahwa batas negara bukanlah batas pengabdian. Di ujung negeri, di bawah langit biru perbatasan, negara berbisik kepada warganya: “Aku tak pernah jauh darimu.” (*)